DESA WISATA NGRINGINAN

Pada tanggal 10 Maret 2018 saya dan teman - teman saya yang menjadi mahasiswa Diploma Tiga Kepariwisataan 2016 Universitas Gadjah Mada, berkesempatan untuk kuliah lapangan di Desa Ngringinan, Bantul. Dalam waktu kurang lebih satu jam dari Sekolah Vokasi, kendaraan kami sudah terkumpul di halaman balai desa.

Seorang masyarakat lokal yang bernama Bapak Kuntoro memberikan pengenalan secara umum terkait Desa Ngringinan, seperti sejarah desa, daya tarik desa dan lain sebagainya. Setelah itu, kami diajak berkeliling desa dan berakhir di Candi Ganjuran. Di sepanjang perjalanan, saya melihat rumah antar warga tidaklah saling berdekatan, kebun yang menjadi jarak diantara rumah menambah keasrian desa ini.

Sebelum sampai pada tujuan, saya juga melihat Yayasan Panti Rapih yang ternyata masih berada dalam satu sejarah dengan Rumah Sakit Panti Rapih yang ada di Jogja.

Saat berada tepat di pintu masuk, arsitektur khas candi sudah dapat dilihat. Ketika memasuki halaman candi, halaman terasa luas. Di dalam area terdapat beberapa tempat ibadah untuk penganut agama Katholik seperti, Gereja, Ruang Pengakuan Dosa, Ruang Pastur, Koperasi Gereja dan Candi Ganjuran. Fasilitas lain yang dapat digunakan yaitu pendopo dan toilet.

Gereja Ganjuran memiliki bentuk bangunan yang berbeda dengan gereja lainnya, gereja ini sangat kental dengan budaya jawanya. Bahkan gaya arsitektur bangunan gereja sangat mengadopsi dari arsitektur keraton. Di dalamnya, terdapat ruang gamelan, tempat duduk untuk jemaat, altar dan yang paling menarik adalah patung Yesus yang mengadopsi gaya jawa.

Disamping bangunan gereja juga terdapat lonceng yang akan berbunyi disaat - saat tertentu. Kami melajutkan perjalanan kami sampai ke Candi Ganjuran. Sekilas, candi ini tidak memiliki perbedaan dengan candi hindu lainnya, tetapi hal yang membedakan yaitu jenis batu, dan patung ada diruangan. Jenis batu yang digunakan bukanlah jenis batu yang sama digunakan oleh bangunan candi pada umumnya, dan patung yang ada pada ruangan candi tersebut yaitu patung Yesus.

Saya melihat banyak orang yang berdiam diri pada candi tersebut, akan tetapi, sebelum mereka memasuki candi, para jemat membersihkan diri terlebih dahulu pada keran air yang disediakan disamping candi. Tak hanya membersihkan diri, banyak dari para jemaat yang mengambil air tersebut untuk dibawa.

Setelah puas mengeksplore area candi dan berfoto - foto. Kami kembali ke Balai Desa. Di Balai Desa, kami kembali disambut oleh ibu Indriyani yang kemudian memberi penjelasan singkat terkait Madumongso. Madumongso adalah makanan ringan yang terbuat dari ketan hitam sebagai bahan dasarnya. Rasanya asam bercampur manis karena ketan hitam sebelumnya diolah dahulu menjadi tapai (melalui proses fermentasi). Setelah jadi kemudian diolah lagi dengan menambahkan gula, santan, dan beberapa buah nanas sebelum kemudian dimasak hingga menjadi seperti dodol/jenang. Madumongso biasanya dibungkus kertas minyak yang berwarna-warni. Sayangnya kami tidak dapat melihat pembuatan Madumongso secara langsung karena keterbatasan waktu.

Acara kami berakhir pukul 12 siang setelah acara makan siang dan penutupan.


Comments

Popular posts from this blog

TOKOH WAYANG

RURAL TOURISM

Kelembagaan Desa Wisata